Menjelang runtuhnya pemerintah kolonial Hindia Belanda di Indonesia, banyak sekali beredar sepeda rakitan lokal. Sepeda rakitan ini biasanya memakai nama Indonesia maupun Eropa terutama Belanda. Harga yang ditawarkan pun tergolong sangat murah.
Kala itu, beredarnya sepeda rakitan lokal ini membuat gusar banyak produsen sepeda Eropa. Yang paling getol mencela sepeda rakitan ala Indonesia ini adalah orang-orang Belanda.
Kala itu, beredarnya sepeda rakitan lokal ini membuat gusar banyak produsen sepeda Eropa. Yang paling getol mencela sepeda rakitan ala Indonesia ini adalah orang-orang Belanda.
Bahkan seorang direktur utama sepeda Simplex berujar ketus, “ Itu adalah sepeda sampah yang hanya bisa dibeli orang-orang Inlander, dan kami tak butuh sepeda semacam itu”.
Tak heran jika adanya kemiripan nama merek sepeda onthel kenamaan sehingga di kemudian hari sampai saat ini di temukan banyak sekali merekan lokal ( plesetan ) seperti Raleigh menjadi relight , Fongers menjadi Pongers dan Gazelle menjadi Gazele pernah muncul di Indonesia.
Nah, salah satu sepeda rakitan lokal ini sepeda bermerek Caro. Sepeda Caro ini dirakit oleh sebuah perusahaan perdagangan yang berlokasi di Djodipanstraat (kini Jl. KH Ahmad Dahlan), Malang, Jawa Timur.
Tak heran jika adanya kemiripan nama merek sepeda onthel kenamaan sehingga di kemudian hari sampai saat ini di temukan banyak sekali merekan lokal ( plesetan ) seperti Raleigh menjadi relight , Fongers menjadi Pongers dan Gazelle menjadi Gazele pernah muncul di Indonesia.
Nah, salah satu sepeda rakitan lokal ini sepeda bermerek Caro. Sepeda Caro ini dirakit oleh sebuah perusahaan perdagangan yang berlokasi di Djodipanstraat (kini Jl. KH Ahmad Dahlan), Malang, Jawa Timur.
Sepeda bermerek Caro ini dirakit sekitar tahun 1940-an dan didistribusikan ke seluruh Pulau Jawa. Pada tahun 1950-an, sepeda ini dijual dengan harga berkisar 600 – 700 roepiah.
Memang bahan-bahan sepeda buatan lokal sudah ada agen yang menyediakannya tinggal dirakit saja. Nah agar lebih menarik konsumen biasanya diberi tulisan berbahasa Belanda atau Inggris pada emblem atau head badge.
Misalnya holland fabrikat, nederlands fabrikat, import mij, atau engelish fabrikat dan lainnya. Bahan sepeda ada yang import atau pesan dulu dari Belanda, Inggris, bahkan Jerman dan biasanya dilakukan agen-agen sepeda besar seperti Hima, Janco, Marteen, H.J Sneep, Lindeteves Stokvis dan lainnya.
Sedangkan kalau agen kecil dan milik pribumi biasanya bahannya dari Jepang yang ternyata sangat banyak jumlahnya dan dijual dengan harga yang sangat murah. Nah ini pada tahun 1930-an membuat produsen sepeda Belanda meradang karena merusak pasaran harga sepeda Belanda dan Eropa lainnya.
Ada indikasi keterlibatan Jepang yg mau menguasai pasaran sepeda di kawasan Asia seperti India, Indonesia, Singapura, Malaysia, bahkan Amerika.....panjang kalau dijelaskan pak.
Begitulah penjelasan akhir bpk. sugi yanto, padahal cerita dan penjelasan seperti ini bisa memberikan wawasan lebih terhadap saya pribadi maupun rekan-rekan onthelise.
Sumber : Grup FB De Oude Fiets Indonesia ( bpk. sugi yanto )
Foto : Tun Aja